Halo sobat vinansia, kali ini kami akan membahas mengenai saham-saham farmasi pada beberapa pekan ini.
Kalau kita lihat dengan seksama tren saham farmasi, sebetulnya memang tidak ada tanda-tanda kenaikan. Padahal, vaksinasi telah berjalan sejak Februari lalu dan terbilang lancar.
Namun, ternyata, meski vaksinasi tersebut berjalan baik dan sebagian masyarakat mulai ramai-ramai berdatangan untuk disuntik vaksin, tren saham-saham farmasi masih terbilang stagnan, bahkan cenderung menurun. Ini terutama untuk saham farmasi BUMN atau plat merah.
Contohnya Kimia Farma (KAEF). Memasuki tahun 2021, saham Kimia Farma memang mengalami lonjakan tinggi, sampai hampir menyentuh Rp 7.000. Setelah itu, saham ini terkoreksi secara signifikan, sampai di angka Rp 2.980 pada Februari. Sempat menanjak ke angka Rp 3.800, namun terkoreksi kembali dan kini ada di angka Rp 3.040.
Kita perlu melihat kembali dari mana sumber dana vaksinasi ini. Betul, dari pemerintah, karena sebagian besar vaksinasi ini memang adalah program pemerintah mendapat subsidi yang besar dari pemerintah. Dampaknya, tentu saja, kalau bicara subsidi, marjin untung yang diambil BUMN farmasi kita hanya sedikit.
Karena pada dasarnya, subsidi tidak menekankan adanya keuntungan bagi produsen. Jadi pertanyaannya kemudian, sampai kapan pemerintah mensubsidi vaksinasi ini? Pertanyaan lebih spesifik lagi, kuat berapa lama dana yang dimiliki pemerintah dalam mensubsidi program vaksinasi ini?
Pada Desember lalu, pemerintah menyampaikan bahwa proyeksi anggaran vaksin corona hingga vaksinas gratis pada 2021 mencapai lebih dari 74 triliun.
Di luar dana tersebut, ternyata pemerintah juga masih memiliki anggaran yang berasal dari Sisa Lebih Anggaran atau SILPA tahun 2020 sebesar Rp 47,07 triliun. Dana ini, juga akan digunakan untuk program vaksinasi Covid-19.
Jika menggunakan estimasi harga vaksin Rp 450 ribu per orang, dengan target 160 juta jiwa, maka anggaran yang dibutuhkan adalah Rp 145 triliun. Belum lagi jika harga dosis vaksin itu mengalami kenaikan, dan pemerintah tetap memberi subsidi, tentu akan lebih banyak anggaran yang dihabiskan.
Melihat politik kebijakan pemerintah, tampak jelas bahwa pemerintah tetap menginginkan vaksinasi gratis ini terus berjalan.
Dan bila melihat kekuatan anggaran pemerintah untuk mensubsidi vaksinasi masyarakat, pun masih tergolong memadai.
Pernyataan Wamenkeu Suahasil Nazara baru-baru ini, pun seharusnya membuat Anda harus wait and see terhadap saham farmasi. Wamenkeu dalam pernyataannya menyebut pemerintah menjadikan penerimaan pajak sebagai salah satu tumpuan untuk menyukseskan program vaksinasi Covid-19.
Kalau kita lihat anggaran program penanganan Covid dan pemulihan ekonomi nasional (PEN), nilainya tergolong besar yakni Rp 699 triliun, lebih dari 25 persen dari total APBN. Diambil dari sinilah dana untuk program vaksinasi dan program-program lain sebagai upaya untuk memberi stimulus.
Stimulus yang dimaksud di antaranya dari aspek kesehatan, dukungan sektoral kepada kementerian/lemabga, bantuan sosial, pemerintah daerah, dan insentif untuk pelaku usaha termasuk UMKM.
Bayangkan saja, pemerintah memberi subsidi kepada dunia usaha dan UMKM dengan menanggung pajak penghasilan (PPh) mereka, kemudian juga pembebasan PPh Pasal 22 Impor, percepatan restitusi pajak pertambahan nilai (PPN), dan pengurangan angsuran PPh Pasal 25, serta PPh final untuk UMKM DTP.
Jadi, Anda tampaknya perlu melakukan wait and see dalam waktu yang terbilang lama. Kecuali, jika ada stimulus bagi perusahaan farmasi swasta dalam rangka menyediakan vaksin yang tentunya tidak mungkin gratis. []