Prospek Saham Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO)

VINANSIA.COM — Melalui artikel ini, kami akan bahas prospek saham Pertamina Geothermal Energy secara lengkap dan sesuai dengan kebutuhan para investor untuk melihat gambaran detail tentang perusahaan tersebut.

Hari Jumat lalu (24/2/2023), saham PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) resmi diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI). Ini sesuatu yang menarik mengingat belum ada perusahaan di industri panas bumi yang sahamnya tercatat di BEI.

Rencana IPO PGEO ini sempat diwarnai penolakan dari serikat pekerjanya: Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) yang beranggotakan 25 Serikat Pekerja di lingkungan PT Pertamina (Persero). Bahkan beberapa hari lalu beberapa anggota serikat pekerja FSPPB ada yang melakukan unjuk rasa untuk menolak rencana IPO ini.

Alasan penolakan IPO tersebut karena akan membuat saham PGEO tidak 100% dikuasai Negara. Dan berpotensi kepentingan asing masuk di sana.

Vinansia sendiri melihat alasan penolakan IPO PGEO sebenarnya kurang begitu kuat. Agak menggelitik nalar sehat kita. Sebab PGEO hanya melepas 25% sahamnya.

Bagaimana mungkin hanya menguasai 25% saham kemudian bisa menjadi pengendali sebuah perusahaan?

Justru kami melihat dengan adanya IPO ini pengelolaan PGEO menjadi semakin transparan. Karena akan makin banyak yang ikut terlibat mengawasi.

Tidak hanya dari internal Pertamina saja, tapi ke depan akan ada Otoritas Jasa Keuangan, BEI, dan masyarakat yang bisa mengawasinya. Karena statusnya yang berubah menjadi perusahaan publik.

Oke, kita hentikan dulu pembahasan soal penolakan IPO PGEO ini. Lebih baik kita bahas bagaimana prospek saham PGEO ini ke depan.

Prospek Bisnis PGEO

Pertumbuhan bisnis pembangkit listrik sangat ditentukan dengan kebutuhan listrik suatu wilayah. Sayangnya saat ini kondisi pasokan listrik di Indonesia sedang mengalami kelebihan pasokan (oversupply).

Saat Rapat Dengar Pendapat dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Komisi VI beberapa pekan lalu, Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN, Darmawan Prasodjo mengungkapkan bahwa sepanjang tahun lalu PLN mengalami oversupply sebesar 7 gigawatt.

Ini artinya, perusahaan yang bergerak di industri pembangkit listrik termasuk dalam hal ini PGEO, akan makin terbatas ruang pertumbuhannya dalam beberapa tahun ke depan.

Karena PLN yang selama ini menjadi pembeli utama tidak ingin kondisi keuangannya makin berat jika harus membeli listrik dari pembangkit baru lagi.

Namun jika melihat prospektus PGEO, kondisi masalah oversupply listrik PLN ini tidak disebutkan sama sekali. PGEO justru terlihat begitu optimis akan permintaan listrik dari PLN ke depan.

Bahkan dalam prospektusnya, PGEO akan menggunakan 85% dana IPO nya untuk belanja modal pengembangan kapasitas produksinya di beberapa Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) milik PGEO. Dan sisanya 15% baru untuk bayar utang.

Saat ini PGEO memiliki 13 WKP dengan total kapasitas terpasang sebesar 1.877 megawatt (MW) dengan perincian: 672 MW dioperasikan sendiri dan 1.205 MW dioperasikan oleh kontraktor Kerjasama Operasi Bersama (KOB).

Sumber: Prospektus PGEO

Selain proyek di atas, PGEO saat ini sedang mengembangkan dua proyek baru: Pertama ialah WKP Hululais unit 1 dan 2 di Bengkulu dengan kapasitas 110 MW, dan kedua adalah WKP Lumut Balai unit 2 dengan kapasitas 55 MW.

Kedua proyek itu ditargetkan akan beroperasi pada tahun 2026. Ini artinya tiga tahun lagi PGEO akan ada tambahan kapasitas baru sebesar 165 MW. Ini tentu saja akan meningkatkan pendapatan PGEO ke depan.

Kinerja PGEO

Hingga kuartal III 2022, PGEO mencatatkan pendapatan sebesar US$276,26 juta naik sedikit dibanding tahun sebelumnya yang sebesar US$266,12 juta.

Meski pendapatan hanya naik sedikit namun manajemen PGEO berhasil menekan beban pokok pendapatannya sehingga berhasil mencatatkan laba bersih sebesar US$111,43 juta, naik 68 persen di banding tahun sebelumnya yang hanya tercatat sebesar US$66,41 juta.

Jika dirinci lebih detail, sumber pendapatan terbesar PGEO berasal dari WK Ulubelu yang terletak di provinsi Lampung. WK Ulubelu mencatatkan pendapatan sebesar US$81,36 juta. Diikuti WK Lahendong dan WK Kamojang yang masing-masing mencatatkan pendapatan sebesar US$59,30 juta dan US$56,15 juta.

Bagaimana dengan pendapatan dari KOB yang jumlahnya sebesar 1.205 MW? Pendapatan dari KOB sangat kecil hanya US$11,13 juta.

Hal itu karena PGEO hanya mendapatkan bagi hasil dari kontraktor KOB (production allowances) sebesar 4% dari laba bersih operasinya. Bahkan untuk WK Drajat, PGEO hanya mendapatkan bagi hasil sebesar 2,66%.

Prospek Saham PGEO

Kita asumsikan laba bersih sepanjang tahun 2022 sebesar US$148,57 juta. Dengan harga saham PGEO saat ini diperdagangkan di harga Rp875 per saham, price to earning ration (PER) nya saat ini sebesar 12 kali. Price to Book Value (PBV) nya diperdagangkan 1,3 kali.

Harga ini tergolong masih sangat wajar. Apalagi ditopang dengan fundamental PGEO yang juga cukup solid. Hanya saja yang perlu dipertimbangkan adalah persoalan pertumbuhan pendapatan PGEO ke depan. Mengingat beberapa proyek yang saat ini sedang dikembangkan baru bisa selesai tiga tahun lagi.

Sehingga dalam jangka pendek, Vinansia melihat pendapatan PGEO akan tetap stagnan bahkan mengalami penurunan karena beban pokok pendapatan untuk pengembangan beberapa proyek barunya.

Namun untuk jangka panjang, prospek PGEO masih cukup baik dan cocok untuk tabungan saham. Apalagi jika kalian dapat harga dengan PBV di bawah 1 kali. Tidak ada salahnya untuk membelinya sebagai tabungan masa depan. []

Leave a Comment